50 Contoh Puisi Virus Corona Terbaru Tahun 2021
Contoh Puisi Virus Corona Terbaru tahun 2021 - Pandemi Corona yang masih mencengkram bumi memang memberikan luka bagi setiap orang. Sebab semua bidang kehidupan menjadi korban dari keganasan virus yang tidak tampak oleh mata ini. Perdagangan, transportasi umum, dan pelbagai layanan publik lainnya lumpuh karena adanya pembatasan sosial. Tapi, siapa yang kuasa menolaknya?
Puisi Virus Corona
Tidak ada yang bisa menolak keadaan ini. Sementara itu, masih bisa diusahakan adalah dengan cegah semakin meluasnya dampak dari pandemi ini. Dengan menambah daya imun tubuh serta menaati protokol kesehatan, misalnya. Akan tetapi, usaha-usaha tersebut tentunya tetap saja tidak menutup fakta bahwa mayoritas masyarakat masih saja dirugikan oleh virus Covid-19 ini.
Kumpulan Puisi Corona Menyentuh Hati
Sebagaimana adanya anggapan bahwa sebuah karya tak mungkin lahir dari kekosongan. Adanya wabah pandemi ini bisa menjadi salah satu inspirasi seorang penyair membuat puisi. Nah, di bawah ini adalah beberapa puisi corona yang lahir dalam suasana ketakutan serta kewaspadaan akan tertular wabah corona ini.
[1] Yang Ganas, Meski Tak Terlihat
Oleh: Saini Mare
Kami mendengar deru ketakutan
; dari televisi, koran-koran, dan siaran radio
Banyak orang mati, dan semua orang takut mati
Meski hakikatnya semua orang nantinya pun akan mati
Tapi ini berbeda, bukan Izrail yang kabarkan kematian
Justru wartawan, reporter, dan penyiar yang biasa setel dangdutan
Ketika kabar itu datang, kulihat Mama selalu merapal doa
Meminta Yang Mahakuasa senantiasa beri keselematan
Lalu merangkulku, mengusap-usap dahi dan buat rambutku berantakan
“Ini musibah, Sayang,” kata Mama.
Tak hanya di negeri yang kamu injak tanahnya ini,
Tapi juga di negeri-negeri yang mulai kamu hapal warna benderanya
; China, Amerika, Korea, dan semuanya
Kulihat kembali Mama
Kini ia meneteskan air mata
“Tetaplah hidup, dan jangan mati sia-sia,” katanya
Aku tidak mengerti, Mama bicara seperti pada orang dewasa
“Ini musibah ganas meski tidak terlihat, Sayang, kata Mama lagi.
[2] Lapar Nasi
Oleh: Saini Mare
Kami tidak boleh membuang nasi
Sebab kata simbah, beras adalah barang mahal
Kami beruntung bisa makan nasi, katanya lagi
Sebab di luar sana, nasi adalah barang yang paling dicari
Kami tidak mengerti
Sebab di sini semua orang makan nasi
Tapi simbah kembali melarang kami membuang nasi
Ini musim lapar nasi, katanya
Musimnya tidak ada pekerjaan dengan upah beli ‘tuk nasi
[3] Mengaduk Takdir dalam Belenggu Corona
Oleh: Saini Mare
Kata bapak, paceklik kali ini tidak ada sudah-sudahnya
Bukan pasang-surut, bukan pula hujan-kemarau lagi sebabnya
Bapak bilang ini karena banyak orang makan kelelawar
Benar, kelelawar yang sering tersesat masuk rumah kami di kala malam
Lalu bapak bilang lagi, kalau penyakit bukan karena kelelawar
Ini karena bumi semakin berat dihuni oleh banyak pendosa
Bapak istighfar, lalu memintaku mengulang yang diucapkannya
Aku menurut; semua yang dikatakan Bapak adalah kebenaran
Karena ia adalah bapakku.
“Di sana-sini banyak orang mati, anakku.
Jangan ke mana-mana, tetap di rumah.
Karena tunjangan sakit kini hanya untuk orang kaya,” kata Bapak
Aku mengangguk; semua yang dikatakan Bapak adalah kebenaran
Karena ia adalah bapakku seorang.
Tentu banyak perasaan yang tidak bisa diwakilkan oleh beberapa puisi corona di atas. Sebab bagaimanapun, setiap orang miliki pengalaman yang tidak sama dengan orang lainnya. Meski tak menutup kemungkinan mereka miliki keterikatan yang sama, entah gender, jenis pekerjaan, dan lain sebagainya. Namun setidaknya, bisa diakui bahwa setiap orang di bumi ini memiliki ketakutan yang sama: takut keluarga dan orang terdekat menjadi korban corona berikutnya.